PERBEDAAN–PERBEDAAN
DALAM BAKAT
PENDAHULUAN
Telah
di kemukakan pada bab 1 , bahwa sifat khas yang bersumber pada bakat besar
peranan nya dalam proses pendidikan , dan adalah hal yang ideal kalau
kita dapet memberikan pendidikan yang bener – bener sesuai dengan bakat para
anak didik kita .
Tentang
bakat, masalah nya sudah sama tuanya dengan masalh sendiri .sejak dahulu kala
orang sudah berusaha menggarap masalah ini , walapun tentu saja kalau di
pandang dari kacamata ilmu pengetahuan dewasa ini hasil nya masih sangat jauh
dari memuaskan . urgensi untuk masalah masalah ini tetap masih ada sampai
sekarang , terlebih – lebih dalem hubungan dengan usaha pendidikan dan
pemilihan lapangan kerja . suatu hal yang dipandang self – ifident ialah
bahwac seeorang akan lebih berhasil kalau dia belajar dalam lapangan yang
sesuai dengan bakat nya ; demikian pula dalem lapangan kerja , seseorang akan
lebih berhasil kalau dia bekerja dalem lapangan yang sesuai denagn bakat nya .
Di
pandang dari segi pendidikan adalah mendesak sekali untuk mengenal bakat – bakat
para anak didik seawall mungkin .akan tetapi tugas ini adalah tugas
yang mudah untuk dikatakan , namun tidak mudah untuk dilaksanakan , namun tidak
mudah untuk dilaksanakan . telah banyak usaha yang dilakukan , tetapi masih
sekarang belum diketemukan alat atau cara yang bener – bener memadai . didalam
bab ini , akan coba disoroti masalah bakat itu dari dua arah , sebagai usaha
untuk menjawab pertanyaan – pertayaan :
- Apakah bakat itu ?
- Bagaimana cara kita mengenal
bakat seeorang .
Hal
yang pertama terutama bersifat konsepsional –teoritas , sedangkan hal yang
kedua lebih bersifat metodologis.
5.1 APAKAH
BAKAT ITU ?
Pertanyaan mengenai “apakah bakat itu “ , justru dalam bentuknya
demikian itu ,telah banyak sekali menimbulkan persoalan . usaha untuk menjawab
pertanyaan tersebut telah melahirkan bermacam –macam jawaban yang satu sama
lain berbeda . sebagai ilustri di bawah ini diberikan beberapadefinisi ,
sebagai hasil dari usaha menjawab pertanyaan di atas . William B. Michael
memberi definisi mengenai bakat sebagai berikut :
An aptitudemay be defined as a person’s capacity , or
hyphotical potential , for acqucisition of acertain more or less
weeldefined pattern of behavior in valued in the performance of a task respect
to wich the individual has bad little or no previous training (Michael , 1960
:59 )
Jadi
Michael meninjau bakat itu terutama dari segi kemampuan individu untuk
melakukan sesuatu tugas , yang sedikit sekali tergantung kepada latihan
mengenai hal tersebut. Bingham memberikan definisi sebagai berikut :
Aptitude . . . as a condition or set of a
characteristics regarded as symptomatic of an individual’s ablity to acquire
with training some ( usually specified ) knowledge , skill , or set of
responses such as the blity to speak a language , to produce music , etc . (bingham
, 1937 : 16 )
Dalam
definisi ini bingham menitik beratkan pada segi apa yang dapat dilakukan oleh
individu , jadi segi performance , setelah individu mendapat kan latihan .
Woodworth dan marquis memberikan definisi demikian :
“ aptitude is predictable achiement and can be measured by
specially devised test “ (woodwoard dan marquis , 1957 :58 ) . bakat
(aptitude ) , oleh woodworth dan marquis
dimsukkan dalem kemampuan (ablity ) . menurut dia ablity mempunyai 3 arti ,
yaitu :
- Achievement yang merupakan
actual ability , yang dapet di ukur langsung dengan alat atau les tertentu
.
- Capacity yang merupakan
potential ablity , yang dapet diukur secara tidak langsung dengan melalui
pengukuran terhadap kecakapan individu , di man akecakapan ini
berkembang dengan perpaduan antara dasar dengan training yang intensif dan
pengalaman .
- Aptitude , yaitu kualiatas yang
hanya dapet diungkap / di ukur dengan tes khusus yang sengaja di buat
untuk itu .
Selanjut nya Guilford memberikan definisi yang lain lagi
coraknya , yaitu : yang menyatakan bahwa
“ . . .Aptitude pertains to abilities to perform .
there are actually as many abilities as there are actions to be performed
, bence traits of this kind are very numerous “ (Guilford , 1959 :8 ) .
Didalam
pembahasan nya Guilford mengemukakan , bahwa aptitude itu mencakup 3 dimensi
psikologis , yaitu :
1.
Dimensi perseptual ,
2.
Dimensi psiko – motor , dan
3.
Dimensi intelektual .
Tiap
– tiap dimensi itu mengandung faktor – faktor psikologis yang lebih khusus lagi.
Seperti misalnya faktor memory , reasoning , dan sebagainya.
Dari
contoh – contoh yang telah dikemukakan itu terbukti bahwa tidak ada keseragaman
pendapat diantara para ahli , mengenai soal “ apakah bakat itu “ . namun
perbedaan – perbedaan pendapat mereka sebenar nya tidak sebesar rumusan –
rumusan tersebut . rumusan – rumusan yang berbeda – beda tersebut sebenar nya
merupakn penyorotan masalah bakat itu dari sudut –sudut yang berbeda – beda ;
jadi di samping ada nya perbedaan natar pendapat yang satu dan pendapat
yang lain , pendapat – pendapat tersebut juga saling melengkapi .
Orientasi
yang lebih luas mengenai berbagai pendapat tentang bakat menunjuk kan , bahwa
analisis tentang bakat selalu – seperti setiap analis psikologis yang lain –
merupakan analisis tentang anilisis tentang tingkah laku . dan dari
analisis tentang tingkah laku itu kita ketemukan , bahwa dalam tingkah laku itu
kita dapatkan gejala sebagai berikut :
a.
Bahwa individu melakukan seutu ,
b.
Bahwa apa yang di lakukan itu
merupakan sebab dari suatu tertentu ( atau mempunyai akibat atau hasil tertentu
), dan
c.
Bahwa dia melakukan sesuatu itu
dengan cara tertentu .
Karna
itu analisis tingkah laku ini memberi kesimpulan bahwa tingkah laku mengandung
3 aspek, yaitu :
a.
Aspek tindakan ( performance atau
act )
b.
Aspek sebab atau akibat nya ( a
person causes a result )
c.
Aspek ekspresif
Atau
dasar pandanga operasional , banyak ahli yang hanya membahas aspek yang kedua,terlebih
– lebih kalau pembahasn itu akan di pakai sebagai titik tolak pengukuran bakat.
Tingkah laku individu , yang mempunyai tiga aspek itu
adalah pengejawantahan dari pada kualitas individu yang didasari oleh bakat
tertentu . Guilford yang bertolak dari analisis faktor , berusaha merumus kan
faktor – faktor yang terkandung di dalam bakat itu , yang secara garis besar
telah disebutkan di muka . disiniakan dikemukakan agak lebih jauh . telah
disebut kan , bahwa menurut Guilford bakat itu mencakup tiga dimensi pokok ,
yaitu :
1.
Dimensi perseptual ,
2.
Di mensi psiko – motor ,
3.
Dimensi intelektual
1.
Dimensi perceptual
Dimensi perseptual meliputi kemampuan dalam mengadakan
persepsi, dan ini meliputi faktor – faktor antara lain:
a.
Kepekeaan indera
- Perhatian
- Orentasi ruang
- Orientasi waktu
- Luas nya daerah persepsi ,
- Kecepatan persepsi, dan sebagai
nya
2.
Dimensi psiko – motor
Dimensi psiko – motor ini mencakup enam faktor, yaitu:
a.
Faktor kekuatan ,
- Faktor implus ,
- Faktor kecepatan gerak ,
- Faktor ketelitian / atau
ketepatan , yang terdiri atas dua macam , yaitu:
1.
Faktor kecepatan statis , yang
menitik beratkan pada posisi ,
2.
Faktor kecepatan dinamis ,
yang menitikberatkan pada gerak .
e.
Faktor koordinasi ,
- Faktor keluwesan ( flexibility )
3.
Dimensi intelektual
Dimensi inilah yang umum nya mendapat penyorotan secara luas
, karena memang dimensi inilah yang mempunyai implikasi sangat luas. Dimensi ini
meliputi lima faktor, yaitu:
A. Faktor
ingatan, yang mencakup :
1.
Faktor ingatan mengenai subtansi ,
2.
Faktor ingatan mengenai relasi ,
3.
Faktor ingatan mengenai system ;
B. Faktor
pengenalan , yang mencakup :
1.
Pengenalan terhadap keeluruhan
informasi ,
2.
Pengenalan terhadap golongan (kelas)
,
3.
Pengenalan terhadap hubungan –
hubungan ,
4.
Pengenalan terhadap bentuk atau
struktur ,
5.
Pengenalan terhadap kesimpulan ,
C. Faktor
evaluative , yang meliputi :
1.
Evaluasi mengenai identitas ,
2.
Evaluasi mengenai relasi – relasi ,
3.
Evaluasi terhadap system ,
4.
Evaluasi terhadap penting
tidak nya problem ( kepekaan terhadap problem yang di hadapi)
D. Faktor
berfikir konvergen , yang meliputi :
1.
Faktor untuk menghasilkan nama –
nama ,
2.
Faktor untuk mangahasilkan hubungan
– hubungan ,
3.
Faktor untuk menghasilkan system
system ,
4.
Faktor untuk menghasil kan
tranformasi ,
5.
Faktor untuk menghasilkan implikasi
– implikasi yang unik .
E. Faktor
berfikir divergen , yang meliputi :
1.
Faktor untuk menghasilkan unit –
unit , seperti : word fluency ideational fluency ,
2.
Faktor untuk pengalihan kelas –
kelas secara spontan ,
3.
Faktor dalam kelancaran dalam
menghasilkan hubungan – hubungan ,
4.
Faktor untuk menghasilkan system ,
seperti exspresional fluency ,
5.
Faktor untuk tranformasi divergen ,
6.
Faktor untuk menyusun bagian –
bagian menjadi garis besar atau kerangka .
Dengan
sengaja pendapat Guilford ini di kemukakan dengan agak lengkap, tidak karena
pendapat tersebut dianggap sebagai satu–satu nya pendapat yang benar, akan
tetapi terlebih–lebih sebagai ilustrasi untuk untuk menunjukan
batapa rumit nya kualitas manusia yang kita sebut bakat itu. Pada dasar nya
semua individu setidak–tidaknya yang normal– memiliki faktor–faktor
tersebut. variasi bakat timbulkarena variasi dalem kombinasi, korelasi dan
intensitas faktor–faktor tersebut . variasi inilah yang seharus nya kita kenal
seawal mungkin.
5.2 BAGAIMANA
CARANYA KITA MENGENAL BAKAT SEEORANG ?
Menurut sejarahnya usaha pengenalan bakat itu mula – mula
terjadi pada bidang kerja (atau jabatan ) , tetapi kemudian juga dalam bidang
pendidikan . bahkan dewasa ini dalam dalam bidang pendidikan lah usaha yang
paling banyak dilakukan dalam praktiknya hampir semua ahli yang menysun tes
untuk mengungkap bakat bertolak dari dasar pikiran analisis faktor. Pendapat
GUILFORD yang telah disajikan di muka itu merupakan salah satu contoh dari pola
pemikiran yang di mikian itu . apa yang di kemukkan oleh GUILFORD itu adalah
hal yang ( materi ) yang ada pada individu , yang diperlukan untuk aktivitas
apa saja ; jelas nya , untuk setiap aktivitas diperlukan berfungsinya faktor –
faktor tersebut . pemberian nama terhadap berjenis – jenis bakat biasanya
dilakukan berdasar atas dalam lapangan apa bakat tersebut berfungsi
, seperti bakat matematika bakat bahas , bakat olahraga , sebagainya . dengan
demikian , maka macam nya bakat akan angat tergantung pada konteks kebudayaan dimana
seeorang individu hidup. mungkin penaman itu bersangkutan dengan bidang studi ,
mungkin pula dalam bidang kerja.
Sebenernya setiap bidang studi atau bidang kerja dibutuhkan
berfungsinya lebih dari satu faktir saja.Bermacam-macam faktor mungkin
diperlukan berfungsinya untuk suatu lapngan studi atau lapangan studi
atau lapangan kerja tertentu. Suatu contoh misalnya bakatuntuk belajar di fakultas
Teknik akan memerlukan berfungsinya faktor-faktor mengenai
bilangan,ruang,berpikir abstrak ,bahasa,mekanik ,dan mungkin masih banyak lagi.
Bahwa pada setiap individu sebenernya terdapat semua faktor-faktor yang
di perlukan untuk berbagai macam lapngan, hanya dengan
kombinasai,konstelasi, dan intensitas yang berbeda-beda.karena itu
biasanya yang dilakukan dalam diagnosis tentang bakat dalah membuat
urutan(ranking) mengenai berbagai bakat pada setiap individu.
Prosedur yang biasanya ditempuh adalah:
- melakukan analisis jabatan
(job-analysis) atau analisis lapangan studi untuk menemukan faktor-faktor
.
- dari hasil analisis itu di buat
pencandraan jabatan (job description) atau pencandraan lapangan studi;
- dari pencandraan jabatan atau
pencandraan lapangan studi itu diketahui persyaratan apa yang harus
dipenuhi supaya individu dapat lebih berhasil dalam lapangan tetentu;
- dari persyaratan itu sebagai
landasan disusun alat pengungkapnya (alat pengungkap bakat), yang biasanya
berwujud tes.
Dengan jalan pikiran seperti yng digambrkan di atas itulah
pada umumnya tes bakat itu disusun. Sampai sekarang boleh dikata belum ada tes
bakat yang cukup luas daerah pemaiknya (seperti misalnya tes intelegensi);
berbagai tes bakat yang telah ada seperti misalnya FACT (Flanagan Aptitude
Clasification Test) yang disusun oleh Flanagan, DAT. (Differential Aptitude
Test) yang disusun oleh Bennet, M-Test (Mathematical and Technical Test) yang
disusun oleh Luningprak masih sangat terbatas daerah berlakunya. Hal ini
disebabkan karena tes bakat sangat terikat kepada konteks kebudayaan di mana
tes itu disusun,sedangkan macam-macamnya bakat juga terikat kepada konteks
kebudayaan di mana klasifikasi bakat itu dibuat.
Bagi kita bangsa Indonesia kiranya sangat mendesak untuk
segera diciptakannya tes bakat itu, baik keperluan pemilihan jabatan atau
lapangan kerja, maupun untuk pemilihan arah studi.
PERKEMBANGAN INDIVIDU
PROBLEMATIK
Kiranya
tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa problem-problem yang tercakup dalam pembahasan
mengenai perkembangan individu itu adalah sangat luas dan kompleks. Namun,
untuk memudahkan persoalan, hal yang luas dan kompleks itu dapat juga kita
sederhanakan, maka problematic yang menyangkut perkembangan individu itu dapat
kita golong-golongkan menjadi tiga golongan yaitu:
1.
apakah perkembangan itu?
2.
Faktor-faktor apakah yang
memungkinkan perkembangan itu?
3.
Bagaimana sifat-sifat individu pada
masa-masa tetentu dalam perkembangan tersebut?
Problem yang pertama berusaha mencari jawab tenntang inti
atau hakikat perkembangan, problem kedua berusaha mancari jawab mengenai
persoalan tentang hal-hal yang mendasari terjdinya perkembangan, sedangkan
problem ketiga berusaha membuat pencandraan (description) mengenai kehidupan
individu (secara psikologis) selama masa perkembanagannya. Di dalam bab ini
akan dikemukakan ketiga tersebut.
- APAKAH
PERKEMBANGAN ITU?
Kalau
kita teliti buku-buku yang membicarakan masalah ini, maka jawaban para ahli
terhadap pertanyaan “apakah perkembangan itu” adalah bermacam-macam sekali.Akan
tetapi betapapun juga berbeda-bedanya pendapat para ahli tersebut, namun
semunya mengakui bahwa perkembangan itu adalah suatu perubahan; perubahan ke
arah yang lebih maju, lebih dewasa. Secara tekhnis, perubahan tersebut biasanya
disebut proses. Jadi pada garis besarnya para ahli sependapat,
bahwaperkembangan itu adalah suatu proses. Tetapi apabila persoalan kita
lanjutkan dengan mempersoalkan proses apa, maka disini kita daptkan lagi bermacam-macam
jawaban, yang pada pokoknya berpangkal kepada pendirian masing-masing ahli.
Pendapat atau konsepsi yang bermacam-macam itu pada pokoknya dapat kita
golongkan menjadi tiga golongan, yaitu:
1.
Konsepsi-konsepsi para ahli yang
mengikuti aliran asosiasi,
2.
Konsepsi-konsepsi para ahli yang
mengikuti aliran Gestalt dan Neo-Gestalt, dan
3.
Konsepsi-konsepsi para ahli yang
mengikuti aliran sosiologisme.
- Aliran
Asosiasi
Para
ahli yang mengikuti aliran asosiasi berpendapat, bahwa pada hkikatny
perkembangan itu adalah proses asosiasi. Bagi para ahli yang mengikuti aliran
ini yang primer adalah bagian-bagian, bagian-bagian ada lebih dulu, sedangkan
keseluruhan ada lebih kemudin. Bagian-bagian itu terikat satu sama lain menjadi
suatu keseluruhan oleh asosiasi. Jadi misalnya bagaimana terbentuknya
pengertian lonceng pada anak-anak, mungkin akan diterangkan demikian: mungkin
anak-anak itu mendengar suara lonceng lalu memperoleh kesn pendengaran
bagaimana tentang lonceng; selanjutnya mungkin anak-anak itu melihat lonceng tersebut
lalu mendapat kesan penglihatan (mengenai warna dan bentuk); selanjutnya
mungkin anak-anak itu mempunyai kesan rabaan jika sekirnya dia mempunyai
kesempatan untuk meraba lonceng tersebut. Jadi gambaran mengenai lonceng itu
makin lama makin lengkap; kesan-kesan secara asosiatif berhubungan satu sama
lain.
Salah
seorang tokoh aliran asosiasi ini yang terkenal adalah John Locke.Locke
berpendapat bahwa pada permulaannya jiwa anak itu adalah bersih semisal
selembar kertas putih, yang kemudian sedikit demi sedikit terisi oleh
pengalaman atau empiris. Dalam hal ini Locke membedakan adanya dua macam
pengalaman, yaitu:
- Pengalaman luar, yaitu
pengalaman yang diperoleh dengan melalui panca indera, yang menimbulkan
sensatins, dan
- Pengalaman dalam, yaitu pengalaman
mengenai keadaan dan kegiatan batin sendiri, yang menimbulkan reflexions.
Kedua macam kesan itu, yaitu sensation dan reflexions
merupakan pengertian yang sederhana (simple ideas), yang kemudian dengan
asosiasi membentuk pengertian yang kompleks (komplex ideas).
Aliran asosiasi tersebut-setidak-tidaknya dalam bentuknya
seperti yang dikemukakan di atas itu-kini tinggal ada dalam sejarah ; akan
tetapi pengaruh nya dalam lapangan pendidikan dan pengajaran belum lama
ditinggal kan orang . metode mengajar membaca dan menulis secara sentetis ,
belum lama kita tinggalkan , atau malah mungkin masih ada yang mengikuti ;
metode – metode tersebut dasar psikoligisnya adalah psikologis asosiasi.
2.
Psikologi Gestalt
Pengikut-pengikut aliran psikologi gestalt mengemukakan
konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi yang di kemukakan oleh para ahli yang
mengikuti aliran para asosiasi .bagi para ahli aliran gestalt , perkembangaan
itu adalah proses difrensiansi . dalam proses difrensiansi itu yang primer
adalah keseluruhan , sedangkan bagian-bagian adalah sekunder ; bagian-bagian
hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada keselurahan dalam hubunga
fungsional dengan bagian-bagian yang lain ; keseluruhan ada terlebih dahulu
baru disusul oleh bagian-bagiannya kalau kita ketemu dengan seseorang misalnya
, dari kejauhan yang kita saksikkan terlebih dahulu bukan lah baju nya yang
baru atau pulpen nya yang bagus , atau dahi nya yang terluka , melainkan justru
teman kita itu sebagai keselurahan sebagai gestalt ; baru kemudian menyusul
kita saksikan adanya hal- hal nya yang khusus tertentu seperti misalnya baju
yang baru atau yang bagus , dahinya yang terluka dan sebagainya.
Seorang anak kecil , yang dirumah nya ada seekor kucing yang
dinamain “melati” , mula – mula akan menyebut semua kucing yang dijumpain nya –
bahkan mungkin juga harimau di kebun binatang – dengan nama “melati” , baru
kemudian dya dapat mengetahui bahwa tidak semua kucing itu namanya “melati” ;
ada kucing yang mempunyai nama kucing yang lain seperti ; “menur “ , “ mawar “,
“ pahing” , dan sebagainya . proses ini adalah diferensiasi . demikian lah
misal nya si jatmiko (anak penulis yang berumur dua tahun ) menyebut semua
mobil dengan nama “ memo” (bemo) ; baru kemudian dya mengetahui bahwa mobil ada
nama nya bemo , jeep , truck , sedan , dan sebagai nya .
Juga pengenalan anak terhadap dunia luar merupakan proses
diferensiasi. Mula – mula anak merasa satu terhadap dengan dunia sekitarnya ,
kemudian baru ada diferensiasi : dia merasa (mengetahui) dirinya sebagai Sesuatu
yang berbeda dari dunia sekitar nya . lebih jauh dia dapat membedakan bahwa
dunia sekitarnya itu terdiri dari manusia dan bukan manusia , dan selanjutnya
manusia-manusia itu berbagai-bagai pula , ada ibu dan bukan ibu ; dan yang
bukan ibu itu yang ada namanya ayah , kakak , nenek , paman , mbok nyem , dan
sebagainya . selanjutnya aliran Neo-gestalt , yang bentuk nyatanya salah satu
adalah aliran psikologi medan ( yang dirintis oleh kurt lewin ) terhadap proses
diferensiasi itu masih menambahkan lagi proses stratifikasi .struktur pribadi
digambarkan sebagai terdiri dari lapisan-lapisan (starata) ; lapisan-lapisan
itu makin lama makin bertambah . anak kecil kehidupan psikisnya mula-mula hanya
terdiri dari satu lapis ; apa yang dinampak kan keluar itu pulalah adanya di
dalam ; tidak ada hal yang disembunyikan . karena itu lah anak keciltidak akan
berdusta dengan sengaja , jika sekiranya dia berdusta , maka itulah adalah
dusta khayal . makin bertambah dewasa dia . maka lapisan-lapisan makin
terbentuk dan bertambah . demikianlah pada kita orang dewasa , isi batin kita
dapat kita gambarkan sebagai berlapis-lapis : lapisa paling luar paling gampang
terpengaruh dari luar dan dinyatakan keluar, lapisa paling dalam adalah hal yang
paling bersifat peribadi , mungkin di pandang hal yang paling bersifat top
secret , hal yang tidak akan dinyatakan kepada setiap orang , melainkan
hanya dinyatakan kepada seseorang (atau orang-orang ) tertentu; juga hal ini
merupakan hal yang paling dipertahankan dan paling sukar untuk dipengaruhi dari
luar.
Banyak ahli psikologi yang mempertentangkan aliran asosiasi
dan aliran psikologi gestalt itu sebagai psikologi lama tertantang dengan
psikologi dengan modern pada waktu ini konsepsi pikologi gestalt dan neo getalt
itu diterima oleh sebagian besar para ahli , walapun dengan variasi yang
sedikit berbeda – beda anatar yang satu dengan yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar